Malam itu
di Kaki Gunung Nokilalaki
Pernahkah anda melakukan pendakian, baik pendakian sendiri
maupun kelompok tanpa memberitahu atau izin terlebih dahulu kepada orang tua
(ortu), keluarga, pacar ataupun teman anda?
Oleh: Amar
Akwila
Sebelumnya, saya akan menceritakan sedikit pengalaman yang
saya alami atau tepatnya peristiwa yang saya saksikan langsung ketika seorang
anak berupaya membujuk ortunya agar mendapat izin mendaki bersama
teman-temannya.
Cerita ini terjadi di seputar kaki Gunung Nokilalaki (2535
Mdpl), Desa Tongoa Kecamatan Palolo, Kabupatan Sigi, pada 10 Maret 2018 lalu.
Saat itu, saya bersama istri hendak melakukan perjalanan ke Danau Tambing, dan seperti
biasanya saya singgah untuk beristirahat di salah satu warung di kaki
Gn.Nokilalaki.
Lalu, tiba-tiba terlihat seorang pria remaja berumur sekira 16
tahun hilir mudik di seputar warung itu, sesekali dia keluar tidak lama
berselang masuk lagi tanpa menegur penghuni rumah lainnya maupun ibunya si
pemilik warung yang terlihat sedang sibuk mengurus adiknya yang masih bayi
terbaring di tempat tidur.
Setelah beberapa kali keluar masuk rumah, si anak pun
langsung berucap sepatah kata kepada ibunya “Ma saya mau mendaki”, ibunya pun
sontak kaget dan menjawab “Haaa, dengan siapa? So jam berapa ini?. Saya yang
mendengar percakapan antara ibu dan anak itu, langsung menoleh jam di tangan
saya yang saat itu menunjukan pukul 20.15 wita.
Si anak pun menjawab “Rame kita, dengan teman-teman, belum
jam berapa juga ini, cuma di pos I juga ma,” kata si anak. Ibu pun langsung mengeluarkan kata-kata “Coba-coba
kau naik, kalau tidak saya kase izin, kenapa-kenapa kau di jalan itu. Boleh
naik kalau sudah selesai ujian, kalau sekarang ini mama tidak kase kau naik,”
kata si ibu.
“Tolong ma, kase izin saya naik, tidak lama kita disana
(gunung),” namun pernyataan itu tidak dijawab ibunya. Anak itu pun berlalu
keluar warung, tidak lama berselang dia kembali lagi untuk membujuk ibunya,
namun kali ini sudah dengan menggendong tas ransel kira-kira berukuran 65
liter. Si ibu pun bertanya “Tasnya siapa lagi itu?, lalu dijawab si anak
“Tasnya temanku, saya mau isi barang-barang, pokoknya saya mauk naik ini ma,”
ujar remaja itu dengan raut muka memelas.
Dengan nada suara yang sedikit menurun dari sebelumnya, si
ibu bertanya “jadi apa semua yang mau kau isi di tas besar begitu, berapa hari
kamu disana?” si anak menyahut “Cuma
satu malam ma,” lalu sambung si ibu “Cuma satu malam kenapa besar sekali tas
kau bawa, mana saya lihat bajumu,” kata si ibu, sambil mengecek isi tas
tersebut.
Setelah memastikan kondisi anaknya, sang ibu pun akhirnya
memberi izin si anak untuk melakukan pendakian pada malam itu bersama
teman-temannya.
Dari cerita diatas, kita bisa mengambil hikmah bahwa izin dari
ortu, keluarga, teman bahkan mungkin pacar itu sangatlah penting dan wajib
dilakukan oleh setiap orang yang ingin melakukan pendakian.
Mungkin bagi sebagian orang hal itu tidak perlu dilakukan
asalkan peralatan pendukung untuk
melakukan pendakian sudah safety. Memang tidak ada aturan baku yang menyatakan,
bahwa izin terhadap orang-orang terdekat itu wajib dilakukan setiap pendaki,
namun yang harus kita pertimbangkan jika terjadi sesuatu terhadap kita saat
melakukan pendakian, maka sudah tentu orang-orang terdekat itulah yang akan
dihubungi atau menghubungi tim penyelamat untuk memastikan kondisi kita selama
di gunung.
Olehnya, ketika akan melakukan pendakian wajib memberikan
informasi meskipun tidak terlalu detail kepada orang-orang terdekat kita. Yang
terpenting informasi yang diberikan yakni mengenai perkiraan waktu kita selama
mendaki hingga kembali lagi ke rumah dan tempat kita melakukan pendakian.
Terkadang para pendaki mengabaikan yang kecil atau sifatnya
sepele, namun tanpa disadari itu adalah hal yang sangat penting, ketika seorang
pendaki mengalami ‘kendala’ dalam pendakian.
Jadi, izin dari orang-orang terdekat bagi para
pendaki,perlukah???????