Senin, 20 November 2017

Tarsius

Tarsius, Sahabat Petani yang Terlupakan

Mungkin binatang satu ini belum banyak yang tahu, bahkan petani atau pekebun pun mungkin masih kurang yang kenal dengan primata terkecil bernama Tarsius. Saya hanya mencoba menceritakan sedikit tentang apa yang menjadi makanan dari hewan endemik Sulawesi itu.
Kebetulan, saya pernah diajak bergabung dalam tim oleh peneliti asal Jerman, Doktor Stefan Merker, untuk meneliti Tarsius di wilayah Sulawesi Tengah pada tahun 2007 lalu. Disitu saya baru mengetahui sedikit banyak mengenai Tarsius dan penyebarannya di Sulawesi Tengah.
Masyarakat berbagai daerah di Sulawesi Tengah tidak mengenal primata ini dengan nama Tarsius, melainkan masing-masing daerah menyebut dengan nama lokal, seperti di wilayah Besoa, Lore (Bada), Kulawi dan sekitarnya dikenal dengan sebutan Tanggkeda atau Tangkahi,  di wilayah Poso disebut Tangkasi, sementara di wilayah Paneki, Desa Pombewe, Kabupatan Sigi, hewan ini dikenal dengan sebutan Toga.
Apa pun sebutannya, yang perlu digarisbawahi adalah hampir seluruh daerah yang kita datangi untuk melakukan penelitian, rata-rata masyarakat setempat menyebut Tarsius adalah hama bagi para petani, khususnya yang memiliki kebun coklat, sehingga perburuan terhadap hewan ini pun tak terelakan.
“Ohhh so binatang ini yang sering makan-makan coklat,” kata salah seorang warga, ketika Stefan memperlihatkan foto Tarsius.
Tentunya pernyataan warga tersebut langsung mendapat sanggahan dari Stefan, yang menegaskan bahwa Tarsius tidak makan buah-buahan, melainkan serangga dan sejenisnya. Saya pun ketika pertama kali ikut membantu tim penelitian itu, menganggap makanan Tarsius adalah buah-buahan, jika melihat dari bentuk tubuhnya yang kecil. 
Warga menganggap Tarsius adalah hewan sebangsa Tupai, karena bentuk tubuhnya yang mungil sehingga dianggap sebagai hama dan merusak tanaman coklat, seperti Tupai yang memakan buah coklat.
Akhirnya, saya pun tahu dan saksikan langsung bahwa makanan Tarsius adalah serangga seperti belalang, selain itu Tarsius juga memakan ular yang berukuran kecil. Tarsius yang mulai beraktivitas mencari makan, sejak pukul 18.00 wita (petang) itu kebanyakan menyisir pinggiran-pinggiran kebun yang banyak semaknya, untuk mencari serangga.
Tentunya keberadaan tarsius adalah penyeimbang dalam suatu ekosistem. Bayangkan, tidak mungkin petani atau pekebun setiap hari melakukan perburuan terhadap belalang yang kita kenal merupakan salah satu hama daun, tentunya hanya keberadaan populasi Tarsius lah yang dianggap mampu menyeimbangkan hal itu.

Olehnya, saya ingin mengajak kita untuk terus menjaga populasi Tarsius, pemerintah juga diharapkan turut serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa Tarsius bukanlah hama bagi petani atau pekebun. Tarsius adalah sahabat petani yang terlupakan. Sekian!Semoga Bermanfaat. 

Kamis, 27 Juli 2017

Tarsius, BKSDA Sulawesi Tengah, Polisi



Polisi Serahkan Satwa Endemik ke BKSDA
Salut kepada aparat di Kepolisian Resor (Polres) Poso, Sulawesi Tengah, khususnya kepada Kapolres Poso AKBP Bogiek Sugiyarto yang menyerahkan satu ekor Tarsius yang merupakan satwa endemik Sulawesi  kepada pihak BKSD Sulteng, yang diterima Bonifasius selaku petugas BKSDA pada Selasa 04 Juli 2017.
Satwa endemik itu di dapat dari salah seorang warga yang menyerahkan sendiri kepada Kapolres Poso,dan setelah itu Kapolres Poso menyerahkan kepada pihak BKSDA untuk di lindungi dan diamankan serta dikembalikan ke habitat aslinya.
Menurut data dari BKSDA populasi tarsius, primata terkecil di dunia yang hidup di hutan-hutan Sulawesi Tengah semakin berkurang, diakibatkan perburuan dan warga yang membuka lahan baru, sehingga habitat tarsius menjadi terganggu.
“Kami menghimbau bagi masyarakat yang mengetahui, melihat, atau mempunyai satwa yang dilindungi, agar segera melaporkan kepada BKSDA, sehingga bisa dievakuasi dan melepasliarkan ke habitat asli dari satwa itu,” kata Kapolres Poso.
Penyerahan tarsius ini menunjukan masih adanya kesadaran warga yang peduli akan habitat di Sulawesi Tengah, khususnya satwa endemik daerah ini.